
pergerakan Partai Komunis Indonesia, dan pemberontakan-pemberontakan lainnya, termasuk usaha Niponisasi / pemusyrikan ala Jepang yang masih ada saat itu sehingga pada nyatanya, dakwah Islam sempat terganggu oleh insiden-insiden tersebut tak terkecuali di wilayah barat Gunung Burangrang, tepatnya di Cisomang. Kala itu, di perkampungan yang dihuni oleh campuran masyarakat Sunda, China dan keturunan Kerajaan Mataram itu terdapat seorang pria tua keturunan China, Marga “Uy / Oey” bernama Oey Tjiong Tek (dibaca : Uy Ciong Tek) ingin dirinya terhindar dari kesesatan agama yang waktu itu masih dianutnya. Ia bertekad ingin masuk agama Islam. Berbagai upaya ia lakukan demi terwujudnya dirinya menjadi seorang Muslim meskipun waktu itu tidak ada satu pun Ulama yang sanggup mengIslamkan Uy sebab peraturan waktu itu warga negara asing tidak boleh berbaur dengan warga negara Indonesia karena ditakutkan akan menyebabkan perpecahan dan permasalahan. Ia pun sempat dikejar-kejar orang-orang China layaknya seorang buronan, padahal ia hanya sebatas ingin masuk agama Islam, tidak lebih dari itu.
Setelah perjuangannya ingin masuk Islam tidak juga terlaksana, dalam satu sumber diceritakan bahwa Oey Tjiong Tek berjumpa dengan “Abah Elip”, seorang Muslim Cisomang yang usianya hampir sama dengan Oey Tjiong Tek. Abah Elip yang merupakan seorang yang sudah banyak pengalaman, ia mengajak Oey Tjiong Tek untuk pergi ke sebuah negeri bernama Indihyang yang terletak di Tasikmalaya, menemui Mama Ajengan Indihiyang supaya dapat mengislamkan Oey. Setelah perjalanan Panjang dari Cisomang, Dan setibanya di Indihiyang, kembali Ajengan tersebut juga tidak sanggup mengIslamkan Oey karena resikonya terlalu besar, apalagi jika hal tersebut diketahui oleh para pemberontak waktu itu. Akhirnya, Abah Elip dan Oey Tjiong Tek memutuskan untuk kembali pulang ke Cikalongwetan meskipun dengan berat hati. Dalam perjalanannya menaiki Kereta Api, keduanya kebetulan duduk bersebelahan dengan Mama Ajengan Burungayun dari Garut, beliau hendak pulang ke Garut dalam perjalanannya itu. Ketika ketiganya tenggelam dalam perbincangan, Mama Ajengan Burungayun langsung membawanya pulang ke Burungayun di Garut untuk mengIslamkan Oey Tjiong Tek. Sang Ajengan rupanya tidak takut akan resiko yang mungkin akan menimpa dirinya di kemudian hari, demi menegakkan kebenaran. Akhirnya setelah Oey Tjing Tek membaca Syahadat, dan ia diajarkan berbagai Ilmu tentang Aqidah Akhlaq, Fiqih dan lain sebagainya, ia pun diangkat menjadi “Anak” oleh Mama Ajengan Burungayun. Mama Ajengan begitu menyukai Oey lantaran keteguhan hatinya untuk masuk Islam dan keseriusannya dalam menggali ajaran Islam. Selama belajar Islam bersama Mama, ia menjadi seperti keluarga sendiri bagi Mama juga bagi anak-anak Mama, salah satunya ialah Ajengan Romli yang tinggal di